AmanImanImun.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memaparkan dua kondisi utama yang akan menjadi pertimbangan pemerintah dalam menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Hal ini disampaikan Purbaya saat konferensi pers di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, pada Rabu (22/10/2025).
Menurut Purbaya, pemerintah saat ini belum berencana menaikkan iuran karena ekonomi nasional masih dalam tahap pemulihan. “Ini kan ekonominya baru mau pulih. Belum lari. Kita jangan utak-atik dulu sampai ekonominya pulih,” ujar Purbaya, dikutip dari Kontan.
2 Syarat Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Purbaya menjelaskan, pemerintah hanya akan mempertimbangkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan jika dua syarat terpenuhi. Pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia harus mencapai enam persen atau lebih. Kedua, ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat harus semakin membaik.
Ia menilai, saat perekonomian telah tumbuh kuat, masyarakat akan memiliki kemampuan lebih besar untuk menanggung sebagian beban iuran bersama pemerintah. “Kalau pertumbuhan sudah enam persen, itu artinya kemampuan masyarakat cukup kuat untuk ikut menanggung beban iuran bersama pemerintah,” ujarnya.
Sebagai mantan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya menegaskan bahwa keseimbangan antara kemampuan ekonomi rakyat dan keberlanjutan program BPJS Kesehatan harus menjadi dasar setiap keputusan tarif. Ia juga menambahkan bahwa kenaikan iuran tidak boleh dilakukan secara tergesa tanpa memperhatikan daya beli masyarakat.
Sebelum Purbaya menjabat, Sri Mulyani Indrawati yang kala itu menjadi Menteri Keuangan pada Oktober 2024–September 2025, sempat menyampaikan bahwa penyesuaian iuran BPJS Kesehatan penting untuk menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
“Keberlanjutan dari JKN akan sangat bergantung kepada berapa manfaat yang diberikan untuk kepesertaan. Kalau manfaatnya makin banyak, berarti biayanya memang makin besar,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, dikutip dari Antara (21/8/2025).
Ia menambahkan, pemerintah masih memberikan subsidi untuk peserta mandiri kelas III atau Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU). “Mandiri itu masih Rp 35.000 kalau tidak salah, harusnya Rp 42.000. Jadi, Rp 7.000 itu dibayar oleh pemerintah,” ujar Sri Mulyani.
Menurutnya, keputusan lanjutan mengenai tarif iuran akan dibahas bersama DPR RI, Menteri Kesehatan, dan BPJS Kesehatan sebagai lembaga penyelenggara program jaminan sosial tersebut.
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar Rp 244 triliun. Dari jumlah itu, Rp 123,2 triliun difokuskan untuk layanan kesehatan masyarakat, termasuk bantuan iuran jaminan kesehatan bagi 96,8 juta jiwa penerima bantuan iuran (PBI) dan 49,6 juta peserta PBPU/Bukan Pekerja (BP), dengan total Rp 69 triliun.
Rencana penyesuaian tarif iuran peserta BPJS Kesehatan juga termuat dalam Nota Keuangan RAPBN 2026. Pemerintah tengah meninjau berbagai risiko dalam program jaminan sosial, seperti kepatuhan pembayaran iuran dan peningkatan beban klaim.
Purbaya menegaskan, keberhasilan program BPJS Kesehatan membutuhkan pembiayaan yang seimbang antara masyarakat, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah. Ia menilai, kebijakan iuran harus disusun secara komprehensif agar keadilan fiskal tetap terjaga.
Dengan demikian, wacana kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan dikaji secara hati-hati, sambil menunggu kondisi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat benar-benar pulih.
