AmanImanImun.com – Dalam upaya menekan tingginya angka penularan demam berdarah dengue (DBD) di ibu kota, Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengadopsi strategi baru melalui penyebaran telur nyamuk berwolbachia. Strategi yang termaktub dalam Kepmenkes Nomor 1341 Tahun 2022 ini, meskipun terbilang terlambat dibandingkan empat kota lainnya, kini mulai membuahkan hasil positif dengan peningkatan kesadaran masyarakat.
Sejak awal tahun 2024 hingga kini, Jakarta tercatat memiliki lebih dari 12 ribu kasus DBD, dengan puncak kasus baru mencapai 3.154 pasien pada bulan April. Dalam rangka membatasi penyebaran penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tersebut, Dinkes DKI Jakarta tidak hanya mengandalkan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan sosialisasi 3M Plus, tetapi juga pendekatan inovatif melalui penggunaan nyamuk berwolbachia.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, menyatakan optimisme atas resepsi masyarakat terhadap metode ini, “Sudah ada sekitar lebih dari 70 persen masyarakat yang bersedia menerima penempatan telur nyamuk berwolbachia di halaman rumahnya.” Lebih lanjut, dia menambahkan bahwa dari sekitar 1.400 ember telur nyamuk yang telah disiapkan, 800 di antaranya telah siap untuk didistribusikan kepada warga.
Direktur Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada, dr Riris Andono Ahmad, MPH, menjelaskan lebih detil mengenai proses ini. “Kan sempat ada yang bilang jutaan. Tapi sebetulnya satu ember hanya ada 150 sampai 500 telur. Umumnya yang kita gunakan saat ini sekitar 350 telur dalam satu ember, kemungkinan keberhasilan menetasnya hanya 80 persen dari total telur,” ujarnya dalam konferensi pers Rabu (25/9/2024).
Namun, dr Riris juga mengingatkan bahwa hanya sebagian kecil dari telur-telur tersebut yang diperkirakan dapat berkembang menjadi nyamuk dewasa. “Kemungkinan hanya ada enam nyamuk berwolbachia di setiap per meter persegi,” imbuhnya, seraya menekankan bahwa untuk mencapai efektivitas maksimal, pelepasan ini perlu dilakukan selama minimal enam bulan hingga memenuhi angka 60 persen dari populasi nyamuk di area yang ditargetkan.
Pelepasan nyamuk berwolbachia dianggap sebagai langkah revolusioner karena memungkinkan terciptanya herd immunity nyamuk, yang mirip dengan imunitas kawanan yang terbentuk pada manusia setelah vaksinasi. “Kelebihan dari wolbachia ini, dia hanya perlu satu kali intervensi dalam jangka waktu panjang. Setelah terbentuk 60 persen populasi, ini seperti terjadi herd immunity dari vaksin. Kalau vaksin dia kan perlu penguatan imunitas berulang, diberikan kembali setelah beberapa bulan, wolbachia dia bertahan,” papar dr Riris Andono Ahmad.
Bukti keberhasilan metode wolbachia juga telah terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan penurunan signifikan kasus DBD di daerah yang sudah menerapkan strategi ini. “Bisa kita lihat tren kasus di DI Yogyakarta sudah sangat rendah jauh lebih rendah sebelum adanya strategi wolbachia ini,” tandas dr Riris.
Dengan adanya kepemimpinan yang kuat dari pemerintah daerah dan sosialisasi yang efektif, diharapkan pendekatan baru penanggulangan DBD ini dapat memberikan dampak besar dalam mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas akibat DBD di Jakarta.
Baca Juga: Kasus Mpox Clade Ib Pertama di India Muncul di Kerala